Apa Penyebab Krisis Moneter 1998 di Indonesia & Dampaknya?
5 menit baca
Penyebab krisis moneter tahun 1998 di Indonesia ada beragam, mulai dari nilai mata uang yang menurun drastis hingga tingginya utang luar negeri. Dampaknya pun tidak main-main, mulai dari kerusuhan yang melanda beberapa wilayah di Indonesia hingga turunnya Presiden Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun. Berikut ulasan lengkapnya!
Sejarah Krisis Moneter 1997-1998
Krisis moneter mulai melanda Indonesia sejak awal Juli 1997. Krisis ini ditandai dengan lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan jumlah pekerja yang menganggur meningkat.
Selain dipicu oleh krisis moneter, berbagai musibah nasional seperti kegagalan panen padi karena musim kering yang panjang, hama, kebakaran hutan di Kalimantan, serta kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998, semakin memperburuk kesulitan ekonomi.
Di saat yang bersamaan, kurangnya transparansi menyebabkan masuknya dana luar negeri terjadi secara besar-besaran. Saat itu, sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar merupakan kredit dengan jatuh tempo jangka pendek.
Baca Juga: Memahami Resesi Global, Tanda-tanda, & Cara Mengatasinya
Penyebab Terjadinya Krisis Moneter 1998 di Indonesia
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia, mulai dari sektor ekonomi hingga pemerintahan. Berikut ulasannya.
-
Pelemahan Nilai Rupiah
Krisis moneter 1998 di Indonesia ditandai dengan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan ini mulai terjadi sejak tahun 1997, terutama pada bulan Agustus. Pada bulan Juni 1997, nilai tukar rupiah masih berada di sekitar Rp2.450 per USD.
Namun, pada akhir Januari 1998, nilai tukar rupiah telah merosot drastis menjadi sekitar Rp13.513 per USD. Penurunan ini membuat harga barang-barang impor menjadi lebih mahal, yang pada akhirnya berdampak pada inflasi dan sulitnya perekonomian Indonesia.
-
Utang Luar Negeri yang Tinggi
Salah satu faktor yang memperburuk krisis moneter adalah tingginya utang luar negeri yang dimiliki oleh Indonesia, terutama oleh sektor swasta. Pada bulan Maret 1998, total utang luar negeri Indonesia mencapai sekitar 138 miliar USD, di mana separuhnya merupakan utang swasta.
Masalahnya, sebagian besar utang tersebut bersifat jangka pendek, yang berarti harus segera dilunasi dalam waktu singkat. Hal ini menjadi masalah besar karena cadangan devisa negara pada saat itu hanya sekitar 14,4 miliar USD, yang tidak mencukupi untuk membayar kembali utang-utang tersebut. Situasi ini semakin memperburuk ketidakstabilan ekonomi Indonesia saat itu.
-
Respons Pemerintah yang Kurang Tanggap
Penyebab lain dari krisis moneter 1998 adalah respons pemerintah yang dinilai lambat dan kurang tanggap terhadap kondisi ekonomi yang memburuk. Pada saat krisis mulai terjadi, kondisi politik di Indonesia juga tidak stabil karena masih berlangsungnya proses politik setelah pemilihan umum.
Selain itu, kesehatan Presiden Soeharto yang dirumorkan menurun juga mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam menangani krisis. Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dianggap terlambat dan tidak efektif, sehingga tidak mampu mengatasi tekanan ekonomi yang semakin meningkat.
-
Kegagalan Solusi dari IMF
Salah satu faktor yang juga ikut memperparah krisis moneter 1998 adalah kegagalan solusi yang diberikan oleh International Monetary Fund (IMF). Program yang diterapkan oleh IMF dianggap terlalu standar dan tidak memperhatikan kondisi spesifik yang dihadapi oleh setiap negara. Hal ini membuat banyak pihak meragukan pemahaman IMF terhadap penyebab sebenarnya dari krisis moneter 1998.
Selain itu, beberapa keluhan juga dilontarkan terkait program IMF yang dianggap terlalu mengikat dan melanggar kedaulatan negara penerima bantuan. Akibatnya, solusi yang diberikan oleh IMF tidak mampu memberikan dampak positif yang signifikan, terutama bagi Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan yang terkena dampak krisis secara serius.
Baca Juga: Krisis Moneter: Definisi, Penyebab, dan Dampaknya
Dampak Krisis Moneter 1998 di Indonesia
Krisis moneter yang terjadi dari tahun 1997-1998 membawa dampak signifikan bagi masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Berikut ulasan lengkapnya.
-
Depresiasi Rupiah dan Kredit Macet
Pada pertengahan 1997 hingga 1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang parah. Pada Juli 1997, Rupiah mulai terdepresiasi secara signifikan terhadap Dolar AS. Pada tahun 1998, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mencapai titik terendahnya, menyentuh angka lebih dari 14.000 Rupiah per Dolar AS.
Hal ini membuat banyak perusahaan dan individu yang memiliki utang dalam valuta asing mengalami kesulitan membayar utangnya. Bank-bank di Indonesia juga mengalami masalah likuiditas yang serius akibat kredit macet yang meningkat drastis.
-
Likuidasi Bank dan Stabilisasi Rupiah
Pada 1 November 1997, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Keharusan Likuidasi Bank yang Bermasalah. Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pemerintah untuk mengambil alih dan melikuidasi bank-bank yang dianggap bermasalah.
Pada masa reformasi ekonomi, Presiden B.J. Habibie melikuidasi beberapa bank yang dinilai tidak sehat, dalam upaya untuk membersihkan sektor perbankan dari lembaga-lembaga yang merugikan dan memulihkan kepercayaan terhadap sistem keuangan. Tindakan ini diharapkan dapat membantu stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga: Inklusi Keuangan: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat
-
Bangkrutnya Perusahaan
Dampak krisis moneter ini sangat terasa pada sektor bisnis di Indonesia. Banyak perusahaan, terutama yang memiliki utang dalam valuta asing, mengalami kesulitan keuangan. Perusahaan-perusahaan ini kesulitan membayar utangnya karena beban utang mereka meningkat akibat depresiasi Rupiah.
Akibatnya, banyak perusahaan yang tidak mampu bertahan dan akhirnya bangkrut. Menurut data dari Kementerian Keuangan RI, sekitar 1.300 perusahaan besar di Indonesia bangkrut pada tahun 1998.
-
Kenaikan Harga Bahan Pokok
Dampak langsung dari krisis moneter adalah kenaikan harga bahan pokok. Penurunan nilai tukar Rupiah membuat harga barang-barang impor menjadi lebih mahal.
Hal ini berdampak pada kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan gula. Kenaikan harga ini menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemerintah Indonesia pada saat itu juga mengalami kesulitan dalam mengendalikan inflasi yang tinggi akibat depresiasi Rupiah.
-
Demonstrasi Besar-besaran
Pada 4 Mei 1998, pemerintah Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi defisit anggaran yang semakin membesar akibat krisis moneter. Kenaikan harga ini memicu kemarahan masyarakat, terutama mahasiswa.
Pada 5 Mei 1998, mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia mulai menggelar aksi demonstrasi besar-besaran menentang kenaikan harga BBM dan TDL serta menuntut reformasi total.
-
Kerusuhan dan Perusakan
Demonstrasi yang semakin massif dan keras menimbulkan kerusuhan di berbagai daerah, terutama di Jakarta. Pada 13 Mei 1998, kerusuhan pecah di Jakarta yang kemudian meluas ke daerah-daerah lain seperti Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya. Toko-toko dirusak, kendaraan dibakar, dan banyak fasilitas umum mengalami kerusakan parah.
-
Kehilangan Kepercayaan Investor Asing
Dampak krisis moneter ini juga dirasakan secara internasional. Kondisi ekonomi yang tidak stabil membuat investor asing kehilangan kepercayaan pada pasar keuangan Indonesia. Banyak investor asing yang menarik modalnya dari Indonesia, menyebabkan pasar keuangan Indonesia semakin terpuruk.
-
Jatuhnya Orde Baru
Tekanan dari berbagai pihak, termasuk demonstrasi rakyat yang semakin besar, membuat Soeharto akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan Presiden pada 21 Mei 1998 setelah memerintah selama 32 tahun. Pengunduran diri Soeharto membuka jalan bagi transisi kekuasaan menuju era reformasi di Indonesia. Hal ini diikuti dengan dilantiknya B.J. Habibie sebagai Presiden yang baru, dan dimulainya era baru dalam sejarah politik Indonesia.
Baca Juga: Investasi Publik: Pengertian, Jenis, dan Hambatannya
Investasi Crowdfunding lewat Bizhare dan #AmankanMasaDepanMu Sekarang
Mengelola investasi dengan bijak menjadi semakin penting di tengah dinamika ekonomi yang makin tidak bisa ditebak. Salah satu cara untuk melindungi diri dari dampak risiko penyusutan nilai ekonomi adalah dengan melakukan investasi yang cerdas, cermat, dan terukur.
Apabila Anda menginvestasikan uang pada saham, sukuk, reksa dana, emas, berlian, atau bisnis franchise, Anda akan menghasilkan uang lewat passive income selama 24 jam, bahkan saat tidur sekalipun.
Baca Lengkap: Skema Investasi Bisnis & Pendanaan di Bizhare, Transparan & Aman!
Dengan memiliki sumber passive income yang stabil, Anda dapat lebih siap menghadapi ketidakpastian ekonomi, khususnya selama resesi. Masa depan Anda akan terjamin damai, tenang, dan bahagia.
Salah satunya, Anda bisa berinvestasi di aneka jenis platform crowdfunding seperti Bizhare. Bizhare menyediakan layanan investasi dengan jumlah mulai dari Rp10 juta. Secara eksklusif, Bizhare juga menawarkan investasi khusus dengan nilai mulai dari Rp50 juta, tentunya dengan jaminan dividend yield yang lebih besar.
Ada banyak keunggulan yang ditawarkan Bizhare, salah satunya adalah kenyamanan dalam berinvestasi dengan jumlah yang sesuai dengan kemampuan Anda. Selain itu, Bizhare telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memberikan perlindungan tambahan bagi para investor.
Baca Lengkap: Panduan Berinvestasi di Bizhare
Bersama platform securities crowdfunding pertama Indonesia Bizhare, amankan masa depan Anda dengan kemerdekaan finansial seutuhnya. Jika Anda adalah salah satu orang yang ingin masa depannya cerah, silakan klik button di bawah ini.