Sejarah Nasionalisasi De Javasche Bank jadi Bank Indonesia
4 menit baca
De Javasche Bank (DJB) adalah bank swasta yang punya fungsi sangat penting di masa Hindia Belanda. Setelah dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia, bank yang berdiri sejak tahun 1828 ini mengambil peran krusial sebagai bank sentral, penjaga stabilitas nilai Rupiah, dan pendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Sejarah De Javasche Bank
De Javasche Bank adalah bank swasta yang didirikan pada tanggal 24 Januari 1828 atas perintah Raja Willem I dari Belanda. Tujuan De Javasche Bank didirikan adalah membantu permasalahan keuangan dan perekonomian kolonial Hindia Belanda yang memburuk setelah bangkrutnya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
DJB didirikan dengan modal awal sebesar ƒ1.009.500. Sejak pendiriannya, DJB memiliki hak istimewa (octrooi) sebagai bank sirkulasi. Artinya, bank ini memiliki kewenangan untuk mencetak dan mengedarkan uang gulden di wilayah Hindia Belanda. Perpanjangan octrooi dilakukan setiap 10 tahun sekali. Secara total, DJB telah mengalami tujuh kali perpanjangan octrooi.
Menariknya, De Javasche Bank merupakan bank sirkulasi pertama yang beroperasi di Asia. Artinya, DJB memiliki sejarah yang kaya dan penting dalam perkembangan sistem keuangan, khususnya di Hindia Belanda.
Ironisnya, pada tahun 1830, DJB dimanfaatkan sebagai alat pendukung kebijakan Tanam Paksa, yang dilakukan sebagai tanggapan atas kerugian akibat Perang Jawa 1825-1830.
DJB terus berkembang dengan membuka kantor cabang di berbagai kota dari tahun 1830 hingga 1870, seperti Semarang, Surabaya, Padang, Makassar, Cirebon, Solo, dan Pasuruan. Pada rentang waktu 1870-1942, DJB bahkan menambah 15 kantor cabang baru di berbagai daerah di Indonesia.
Pada tahun 1922, Pemerintah Belanda mengeluarkan undang-undang De Javasche Bank Wet yang mengatur operasional DJB. Namun, pada tahun 1942-1945, wilayah Indonesia diduduki oleh Jepang dan DJB diganti dengan Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).
Baca Juga: Mengenal Bank Sentral serta Fungsi, Tugas, dan Wewenangnya
Bukan Bank Pertama di Hindia Belanda
Menariknya sebelum De Javasche Bank, terdapat bank lain yang sudah beroperasi di wilayah Hindia Belanda, yaitu Bank Courant en Bank Van Leening. Bank ini didirikan pada tahun 1746 dan merupakan bank pertama di tanah Nusantara. Bank van Courant memberikan pinjaman dengan jaminan emas, perak, perhiasan, dan barang berharga lainnya.
Pada tahun 1752, Bank van Courant berganti nama menjadi De Bank van Courant en Bank van Leening. Bank ini memberikan pinjaman kepada pegawai VOC dengan imbalan bunga, sehingga mereka dapat menempatkan dan memutar uang mereka melalui bank ini.
Namun, pada tahun 1818 terjadi krisis finansial yang melanda Inggris dan berdampak global, termasuk di Hindia Belanda. Krisis ini membuat bank-bank mencari pinjaman dan membatasi pemberian pinjaman baru. Bank van Courant en Bank van Leening juga terdampak, dan akhirnya ditutup pada tahun tersebut.
Baca Juga: Investasi Publik: Pengertian, Jenis, dan Hambatannya
Nasionalisasi De Javasche Bank jadi Bank Indonesia
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Belanda mencoba menguasai kembali Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA) dan mendirikan kembali DJB untuk mencetak uang NICA. Di sisi lain, Pemerintah Republik Indonesia mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank sirkulasi dan menerbitkan uang Oeang Republik Indonesia (ORI).
Dualisme bank sirkulasi antara BNI dan DJB milik NICA menimbulkan peperangan mata uang. Namun, pada tahun 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) mengakhiri dualisme tersebut dengan menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada tahun 1951, muncul desakan untuk mendirikan bank sentral sebagai wujud kedaulatan ekonomi RI. Akhirnya, pada tanggal 1 Juli 1953, Bank Indonesia resmi berdiri sebagai bank sentral RI setelah proses nasionalisasi DJB melalui pembelian saham oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 97%.
UU No.11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia menggantikan DJB Wet Tahun 1922 dan menetapkan BI sebagai bank sentral RI. Sejak itu, BI tidak hanya bertugas sebagai bank sirkulasi, tetapi juga sebagai bank komersial yang memberikan kredit. Dengan adanya Dewan Moneter, BI dapat menetapkan kebijakan moneter yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Baca Juga: Inklusi Keuangan: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat
Investasi Crowdfunding lewat Bizhare dan #AmankanMasaDepanMu Sekarang
Mengelola investasi dengan bijak menjadi semakin penting di tengah dinamika ekonomi yang makin tidak bisa ditebak. Salah satu cara untuk melindungi diri dari dampak risiko penyusutan nilai ekonomi adalah dengan melakukan investasi yang cerdas, cermat, dan terukur.
Apabila Anda menginvestasikan uang pada saham, sukuk, reksa dana, emas, berlian, atau bisnis franchise, Anda akan menghasilkan uang lewat passive income selama 24 jam, bahkan saat tidur sekalipun.
Baca Lengkap: Skema Investasi Bisnis & Pendanaan di Bizhare, Transparan & Aman!
Dengan memiliki sumber passive income yang stabil, Anda dapat lebih siap menghadapi ketidakpastian ekonomi, khususnya selama resesi. Masa depan Anda akan terjamin damai, tenang, dan bahagia.
Salah satunya, Anda bisa berinvestasi di aneka jenis platform crowdfunding seperti Bizhare. Bizhare menyediakan layanan investasi dengan jumlah mulai dari Rp10 juta. Secara eksklusif, Bizhare juga menawarkan investasi khusus dengan nilai mulai dari Rp50 juta, tentunya dengan jaminan dividend yield yang lebih besar.
Ada banyak keunggulan yang ditawarkan Bizhare, salah satunya adalah kenyamanan dalam berinvestasi dengan jumlah yang sesuai dengan kemampuan Anda. Selain itu, Bizhare telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memberikan perlindungan tambahan bagi para investor.
Baca Lengkap: Panduan Berinvestasi di Bizhare
Bersama platform securities crowdfunding pertama Indonesia Bizhare, amankan masa depan Anda dengan kemerdekaan finansial seutuhnya. Jika Anda adalah salah satu orang yang ingin masa depannya cerah, silakan klik button di bawah ini.